Kita akan explore lebih jauh lagi mengenai STANDARD COST , VARIANCE dan EFFISIENSI. Di wilayah mana lagi standard cost diterapkan dan kemungkinan variance timbul akan timbul?, Bagaimana perlakuannya?.
Masih memakai contoh product dasi yang kita pakai di Standard Cost, Variance & Effisiensi Part 1. Untuk mengingat kembali dan supaya tidak bolak balik mencarinya, tabel standard cost-nya saya tampilkan lagi dibawah ini:
Kemungkinan perbedaan (variance) bisa terjadi pada jumlah (quantity) raw material yang dipakai maupun di wilayah dan aktivitas lainnya.
Kasus:
Setelah product “Dasi (Tie)” selesai di kerjakan, barang dihitung, dan hasilnya:
- Barang Jadi yang dihasilkan 1750 pcs
- Hasil rekapitulasi upah buruh Rp 11,000,000
- Penggunaan listrik Rp 656,250
Hal itu juga ditunjukkan oleh nota serah terima dari bagian produksi ke gudang penyimpanan barang jadi yang sudah di validasi, Rekapitulasi upah buruh dan tagihan listrik.
Lalu?
Data tersebut dibandingkan dengan tabel standard cost:
[1]. Penggunaan raw material
Menurut tabel standard cost dari 3000 meters material yang dipakai seharusnya bisa menghasilkan product dasi sebanyak 2000 pcs, kenyataannya barang yang dihasilkan hanya sebanyak 1750 pcs. Artinya ada perbedaan sebanyak 50 pcs.
Perbedaan penggunaan raw material dihitungn dengan cara:
Raw Materal Usage Variance = 50 pcs x 0.15 x 25,000 = Rp 187,500
[2]. Direct Labor Cost
Dengan jumlah barang yang dihasilkan yang hanya sebanyak 1750 pcs dimana time required per unit product-nya adalah 0.25 hour, maka total hournya hanya 437.50 hours, so total upah buruh seharunya Rp 5,495 x 437.5 hours = Rp 10,937,500. Sedangkan kenyataannya Rp 11,000,000, jadi ada selisih sebesar Rp 11,000,000 – Rp 10,937,500 = Rp 62,500.
[3]. Electricity Usage
Menurut tabel standard cost listrik yang seharusnya dipergunakan dihitung dengan cara:
1750 pcs x 0.25 hours x Rp 1,500 = Rp 656,250, berarti tidak ada variance pada penggunaan listrik.
Kita sudah mendapatkan semua angka variance. Setelah semua di verifikasi dengan semestinya, selanjutnya tinggal menjurnalnya.
Ada beberapa jurnal yang diperlukan, yaitu :
(a). Pengakuan terhadap pengeluaran kain dari gudang ke bagian produksi
[Debit]. Work In Process (WIP) - Raw Materials = Rp 75,000,000
[Credit]. Raw Materials = Rp 75,000,000
(Catatan: Diakui sebesar Standard Cost-nya = 3000 meters x Rp 25,000)
(b). Pengakuan pengeluaran kas atas upah buruh
[Debit]. Work In Process (WIP) – Direct Labour Cost = Rp 10,937,500
[Credit]. Cash = Rp 10,937,500
(c). Pengakuan pengeluaran kas atas pembayaran listrik
[Debit]. Work In Process (WIP) – Overhead = Rp 656,250
[Credit]. Cash = Rp 656,250
Catatan: sampai di sini, ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan:
* Jurnal di atas dipakai untuk perusahaan manufaktur yang mengakui adanya persediaan barang dalam process (work in process inventory).
* Dalam kasus ini diakui sebesar standard cost-nya.
(d). Mengakui kenaikan penambahan nilai inventory (finished goods) atas penyerahan barang jadi ke gudang:
[Debit]. Inventory (Finished Goods) = Rp 86,343,750
[Debit]. Raw Material Usage Variance = Rp 187,500
[Debit]. Direct Labour Cost Variance = Rp 62,500
[Credit]. WIP –Raw Material = Rp 75,000,000
[Credit]. WIP – Direct Labour Cost = Rp 10,937,500
[Credit]. WIP – Overhead (electricity) = Rp 656,250
Catatan:
Sekali lagi, jurnal di atas dipakai jika perusahaan mengakui adanya persediaan barang dalam proses (WIP = Wor In Process)
Jika tidak, bisa dijurnal dengan 1 tahap saja (tanpa melalui rekening barang dalam process):
[Debit]. Inventory (Finished Goods) = Rp 86,343,750
[Debit]. Raw Material Usage Variance = Rp 187,500
[Debit]. Direct Labour Cost Variance = Rp 62,500
[Credit]. Raw Material = Rp 75,000,000
[Credit]. Cash = Rp 10,937,500
[Credit]. Cash = Rp 656,250
Pengendalian Cost
Dari semua transaksi tadi, kita menemukan adanya variance sejumlah Rp 187,500 akibat pemborosan (in-efficiency) dalam penggunaan bahan baku, entah karena ada barang rusak atau memang kenyataan consumption-nya lebih besar dari 0.15 meters. Variance juga timbul pada total hour yang dipergunakan dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga upah buruh membengkak sebesar Rp 62,500. Kasus seperti ini hendaknya mendapat perhatian yang serius dari pihak manajemen, terutama yang bertugas melakukan pengawasan (pengendalian). Tentu saja melalui verifikasi yang cukup, agar ditemukan letak masalahnya.
Apa kemungkinan penyebabnya? Ada beberapa kemungkinan:
[-]. Variance pada penerimaan raw material (harga lebih tinggi dari standard cost):
Bisa jadi karena harga raw material memang meningkat (inflasi). Jika saja; supplies contract, dan price quotation atas semua jenis supplies rutin di-review dan di-update regularly, seharusnya hal seperti tidak perlu terjadi.
Kemungkinan kedua adalah “fraud (penyelewengan)” yang dilakukan oleh pihak intern perusahaan.
[-]. Variance pada Raw material usage :
Bisa jadi penghitungan consumption sebelum dituangkan ke dalam budget dan standard cost tidak dilakukan dengan akurat. Atau memang banyak terjadi kesalahan pada saat proses produksi.
[-]. Variance pada Direct Labour Cost:
Bisa jadi karena time motion test (penghitungan jam mesin/tenaga kerja) tidak dilakukan dengan akurat, sehingga data yang dimasukkan ke dalam budget dan standard cost juga tidak akurat. Atau karena pada produktifitas tenaga kerja dan mesin memang menurun (in-effisensi), entah karena kurang bagusnya production set-up atau karena miss-production management.
Semua itu memerlukan verifikasi, penyidikan dan pembuktian lebih lanjut. Diperlukan follow up. Yang jelas, kemungkinan manapun nantinya yang terjadi seusungguhnya, Jika perusahaan ingin tetap survive dan sehat, maka hal seperti ini tidak boleh ditoleransi. Harus ada pihak yang bertanggung jawab. Sampai saat ini “Funsihment or Reward” approach masih terbukti yang paling effektif untuk melakukan pengendalian.
Pertanyaan terakhir: lalu variance itu akan dikemanakan?, bukankah kita tidak pernah menemui adanya rekening “variance” pada Chart of Account?. Pertanyaan yang sangat bagus. Semua itu akan kita jawan di Standard Cost, Variance & Effisiensi – Part 3.